“Oleh-Oleh” Dari Korea Selatan
Menjadi salah satu peserta dari program 1000 guru ke luar negeri, membuat saya sangat terkejut sekaligus senang karena merasa mengemban amanah dari seluruh teman – teman guru yang menitipkan matanya kepada saya, untuk melihat bagaimana pendidikan di Korea Selatan ( Korsel) terutama pendidikan matematika.
P4TK matematika Yogyakarta memberangkatkan 20 peserta yang terdiri dari 10 guru SMA, 7 Guru SMP, dan 3 Widyaiswara ke Korea Selatan, tepatnya di kampus Korea National University of Education (KNUE), Cheoung Ju, Chungcheongbuk-do. Tujuan kegiatan ini adalah dalam rangka mengikuti Short Course, ”Developing Learning Through Higher Order Thinking Skill for Junior and Senior Highschool Mathematics Teacher”.
Kegiatan kami berlangsung selama tiga minggu dari tanggal 04 s.d 22 Maret 2019. Selama di Korsel kami mendapat perkuliahan dari pengajar professional dan mengunjungi banyak tempat yang berharga sebagai wadah belajar. Banyak hal positif dari Korsel yang berbeda dan dapat kita adopsi serta kita terapkan di sekolah di Indonesia
Budaya Belajar
Budaya semangat belajar siswa di Korsel bisa dibilang sangat tinggi. Dari sejak dulu, siswa di Korea belajar mulai dari jam 8 pagi dan pulang dari sekolah jam 10 malam. Beberapa siswa malah melanjutkan bimbingan belajar sampai jam 12 malam. Sekolah memang masih ramai sampai malam dan para guru juga masih di sekolah mendampingi siswa. Makan malam juga tersedia di sekolah bagi mereka yang masih belajar hingga malam hari.
Walaupun pelajaran regulernya berakhir di jam 4 di sore hari, namun pelajaran tambahan seperti mathematic club dan bimbingan tambahan untuk memasuki perguruan tinggi, tetap dijalani sama pentingnya seperti pelajaran pagi di sekolah tersebut.
Hal positif yang dibanggakan mereka juga yaitu mereka mempunyai konsep sekolah yang demokratis yang melibatkan 3 (tiga) unsur yakni siswa, orang tua dan guru. Ketiga unsur ini selalu dilibatkan untuk pengambilan kebijakan sekolah dalam manajemen sekolah. Mereka juga membuat kesepakatan-kesepakatan yang lahir dari inisiatif mereka sendiri. Misalnya siswa membuat perjanjian untuk rajin belajar, tidak terlambat, menghormati guru, menyayangi teman, dan lainnya yang ditanda tangani siswa.
Lalu orang tua juga membuat perjanjian misalnya akan memastikan anaknya sarapan, akan memeluk anaknya setiap hari, akan mengikuti perkembangan belajar anaknya dan bersedia hadir dalam pertemuan sekolah, serta selalu menghormati guru dan tidak marah dengan guru yang menghukum anaknya sepanjang untuk keperluan mendidik.
Guru juga membuat kesepakatan/agreement misalnya akan selalu berusaha yang terbaik, mengajar dengan profesional, akan selalu menyayangi peserta didik, serta selalu memberi laporan kepada orang tua siswa. Dengan keterbukaan dan komitmen dari awal diharapkan masing – masing pihak bertanggung jawab atas janji yang dibuatnya sendiri.
Matematika Kreatif
Cara mengajar guru – guru di Korsel ataupun topik pembelajaran matematikanya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Apalagi jika dibandingkan dengan guru di Indonesia yang benar – benar menerapkan pendekatan saintifik kurikulum 2013. Kita tidak kalah dengan guru di korsel . Tetapi yang menarik adalah di Korea mereka berhasil menanamkan kecintaan terhadap matematika dengan aktivitas kreatif, seni, bahkan sejarah.
Salah satu aktivitas kreatif di mata pelajaran matematika dapat kita lihat dari kegiatan Mathematic Club ( Math Club). Kegiatan Math club-nya kuat dan hidup. Di kegiatan ini mereka sering melakukan manipulasi dan beraktivitas dengan alat peraga matematika yang menarik minat siswa. Misalnya 4D frame, alat peraga matematika terdiri dari pipet yang flexible dan connector untuk membuat polyhedron dan bentuk kreatif lainnya.
Kami sendiri sangat asyik menikmati belajar matematika dengan 4D frame. Tugas hitungan matematika tidak disajikan dalam bentuk soal, tetapi untuk menyelesaikan sebuah bangun dari 4D frame itu perlu perhitungan matematika berkali – kali. Kami jadi tidak merasa seperti beban menyelesaikan setumpuk soal, padahal kami ternyata telah berkali – kali melakukan perhitungan matematika agar bangun 4D Frame kami selesai.
Korsel mulai mengenalkan 4D Frame sejak dini yaitu mulai Taman Kanak-kanak(TK). Siswa sudah dibiasakan bermain dengan alat peraga 4D Frame ini. Mereka bahkan rutin menyelenggarakan lomba tingkat dunia untuk kompetisi 4D frame . Selain itu di Fan Math Center kami melihat playground matematika yang terbuka untuk umum setiap hari sabtu dan minggu.
Festival matematika rutin diselenggarakan setiap tahun dengan ratusan peserta dari ratusan sekolah dan ratusan aktivitas matematika dipamerkan. Begitu juga day dimeriahkan dengan aktivitas kreatif seperti lomba menghapal digit terpanjang, Sudoku ,lomba desain grafis dan photobooth terkait , puisi, film dan siaran radio tentang π .
Korsel juga berhasil menunjukkan ‘the beauty of math’. Mereka kerap mengaitkan seni dengan matematika. Kami beberapa kali mendapat workshop membuat karya tangan yang sangat indah tetapi karya tangan itu hanya dapat diselesaikan dengan mengikuti pola matematika. Membuat origami matematika dan juga melihat 4D frame yang sering dibuat menjadi alat music.
Yang juga membuat saya terkesan adalah Korsel merupakan salah satu negara yang sangat menghargai sejarah. Mereka bahkan berhasil menghidupkan sejarah matematika. Sebagai peserta diklat, kami mendapatkan materi perkuliahan yang dikaitkan dengan cerita sejarah dari tokoh – tokoh leluhur matematika seperti Archimedes, Euclid, Pappus, Hypotia, Plato, Phytagoras dan tokoh lainnya. Seolah seperti mendengar dongeng, tapi jujur bahwa ternyata hal tersebut membuat kami jadi lebih menghargai matematika.
Yang juga membuat saya terkesan adalah Korsel merupakan salah satu negara yang sangat menghargai sejarah. Mereka bahkan berhasil menghidupkan sejarah matematika. Sebagai peserta diklat, kami mendapatkan materi perkuliahan yang dikaitkan dengan cerita sejarah dari tokoh – tokoh leluhur matematika seperti Archimedes, Euclid, Pappus, Hypotia, Plato, Phytagoras dan tokoh lainnya. Seolah seperti mendengar dongeng, tapi jujur bahwa ternyata hal tersebut membuat kami jadi lebih menghargai matematika.
4D Frame, alat peraga matematika made in Korea.
Korsel juga berhasil menunjukkan ‘the beauty of math’. Mereka kerap mengaitkan seni dengan matematika. Kami beberapa kali mendapat workshop membuat karya tangan yang sangat indah tetapi karya tangan itu hanya dapat diselesaikan dengan mengikuti pola matematika. Membuat origami matematika dan juga melihat 4D frame yang sering dibuat menjadi alat music.
Yang juga membuat saya terkesan adalah Korsel merupakan salah satu negara yang sangat menghargai sejarah. Mereka bahkan berhasil menghidupkan sejarah matematika. Sebagai peserta diklat, kami mendapatkan materi perkuliahan yang dikaitkan dengan cerita sejarah dari tokoh – tokoh leluhur matematika seperti Archimedes, Euclid, Pappus, Hypotia, Plato, Phytagoras dan tokoh lainnya. Seolah seperti mendengar dongeng, tapi jujur bahwa ternyata hal tersebut membuat kami jadi lebih menghargai matematika.
Matematika di korsel juga dihadirkan dalam kemasan wisata. Kami sangat terkesan dengan program Math Tour di Daegu City. Daegu adalah salah satu kota wisata tradisional yang memiliki banyak bangunan sejarah. Korsel mengusung konsep math tour, yaitu siswa mengerjakan tugas – tugas matematika sambil travelling di Daegu. Jadi di setiap tempat bersejarah terdapat semacam papan yang menjelaskan sejarah bangunan tersebut . Kemudian di setiap papan terdapat barcode yang jika di scan maka siswa akan mendapati tugas matematika berkaitan dengan objek tersebut.
Di pintu masuk Daegu siswa terlebih dahulu melakukan scan barcode untuk masuk ke website math tour, mendaftarkan nomor telfon dan melaporkan tingkat pendidikan matematikanya, apakah SD, SMP, atau SMA. Selanjutnya sambil jalan – jalan mereka akan menjumpai tempat-tempat wisata yang ada barcode tugas matematikanya.
Selama siswa mengerjakan rangkaian tugas – tugas dalam tour tersebut, guru atau kepala sekolah dapat memantau dari web bagaimana kemajuan siswanya dalam menyelesaikan tugas math tour.
Coding sejak dini
Coding / Pemrograman sejak dini juga dipandang penting di Korea Selatan. Prof. Hee Chan Lew (President KNUE) mengatakan bahasa pemrograman di korea menjadi bahasa nasional kedua selain bahasa korea. Hal ini dikarenakan mereka sangat terbiasa dengan pemrograman. Di Korea mereka mulai mengenalkan coding sejak Sekolah Dasar ( SD).
Prof Hee chan Lew mengatakan, siswa harus memiliki kemampuan berfikir matematis dan berfikir computating. Beliau punya prinsip Student Programme Computer (SPC) bukan Computer Programme Student (CPS). Sebagai peserta diklat kami dikenalkan dengan Scratch dan LOGO. Salah satu peserta diklat bertanya ke salah satu pengajar jika di Korea materi kami ini diajarkan untuk siswa di level apa? Pengajar tersebut mengatakan bahwa materi yang kami dapat ini diajarkan untuk anak SD di Korea. Saat kami mempelajarinya (di tahap pemula tentunya), kami merasa memang benar program ini bisa dikenalkan sejak SD. Hal ini karena memang tidak terlalu sulit dan dapat melatih kemampuan berfikir.
Bahasa pemrogramannya pun cukup sederhana untuk dapat dipahami anak SD. Jika sejak Sekolah Dasar kemampuan computating siswa sudah diasah, wajar jika kemampuan bernalar siswa dalam berfikir matematika akan jauh lebih berkembang di masa mendatang.
Textbook yang menarik dan Dinamis
Saya pribadi yang tidak begitu mengikuti update teknologi, benar – benar merasa takjub dengan majunya teknologi di Korsel. Guru – guru di Korsel sudah biasa mengajar dengan memberi QR code ke siswa sebagai salah satu sumber belajar, sama seperti yang dipakai saat Math tour. Awalnya saya fikir hal ini sangat canggih. Namun ternyata setelah mengetahui cara membuatnya hal ini ternyata sangat mudah dilakukan. Saya sendiri mulai membiasakan memberi sumber belajar ke siswa dalam bentuk QR code.
Mereka juga terbiasa dengan dynamic text – book. Sebagai peserta diklat kami belajar melalui banyak software sebagai dynamic text – book seperti Geogebra, New Cabri dan Desmos yang berbasis aktivitas. Di Korea, mereka terbiasa belajar online. Di sana juga Wifi tersedia gratis di semua tempat.
Bagi saya teacher.desmos.com dan student.desmos.com sangat menarik untuk dipelajari. Siswa dapat bermain games sekaligus mengasah kemampuan matematikanya .Guru juga dapat melihat sejauh mana pencapaian siswa serta dapat memberikan feedback. Web ini sebenarnya bukan buatan korea, tapi saya baru kenal dari staff pengajar kami di korea. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mampu mengeksplore bahan belajar yang melimpah di internet. Untuk Geogebra kami diperkenalkan dengan Geogebra AR.
Khusus untuk buku teks pelajaran cetak, ada institusi tertentu yang mengawasinya yaitu KICE. KICE ini kalau di Indonesia adalah seperti PUSKURBUK( Pusat Kurikulum dan Buku). Di KICE kami melihat contoh buku teks cetak di korea. Saya terkesan melihat buku matematika SD yang sungguh menarik. Tidak seperti buku pelajaran tapi seperti buku hiburan. Matematikanya juga dikemas dalam bentuk cerita komik dan alat serta bahan games juga tersedia di buku tersebut. Mereka berusaha membuat anak SD mencintai matematika.
Untuk buku SMA saya lihat mereka banyak memasukkan gambar – gambar yang dihasilkan software sebagai jembatan konstruktif siswa, juga banyak barcode atau link yang terhubung dengan sumber belajar di internet.
Masih banyak lagi yang berkesan di hati saya melihat Korea Selatan seperti budaya tepat waktunya, budaya bersihnya, serta efisiensi mereka. Kegiatan bersih – bersih dimasukkan ke dalam durasi pembelajaran dan dalam pengawasan pengajarnya. Pengajar tidak mau meninggalkan kelas dalam keadaan kotor. Saat makan di kafetaria juga, profesor sekalipun akan mengangkat piring sendiri setelah selesai makan, memisahkan gelas, sendok, sumpit, sampah tisu dan sampah makanan sebelum menyerahkan piring kotornya.
Sekembali dari Korea selatan kami menemui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi. Dalam pidatonya ia mengatakan tidak mungkin kita bisa meniru persis mereka. Namun kita dapat mengambil, adopsi dan menyesuaikannya dengan keadaan kita. Saya bertekad untuk mengajar lebih baik dengan mengadopsi ilmu yang saya dapat. Dari beberapa hal yang telah saya ceritakan banyak yang sebenarnya bisa dilakukan di Indonesia. Semoga semangat ini tidak cepat luntur. Saya merasa negara telah memberi banyak untuk saya padahal saya belum bisa memberi apa –apa untuk negara. Jadi ini saatnya menebus dengan mulai berubah walau dari yang kecil dan dimulai dari kelas peserta didik saya.
Penulis :